1.12.2007

Movie Marathon

Seperti biasa, saat liburan, berarti saatnya saya tidak-ada-kerjaan-nganggur-di-rumah yang sudah menjadi sindrom tiap kali libur.

Memang, tiap liburan datang, saya biasanya seringkali nggak ada kerjaan. Kalaupun ada, paling-paling itu acara jalan-jalan sama teman-teman, yang sebenarnya juga bukan aktivitas yang berarti. Kalau sudah begitu, biasanya saya memendamkan diri into my bizarre world dengan menonton DVD dan sok mengomentarinya seperti juri-juri FFI tanpa takut diprotes oleh orang lain. Hehehe.

Kali ini, movie marathon saya dimulai dengan "Little Miss Sunshine". Sebuah road movie yang dibalut drama komedi ini mengisahkan tentang sebuah keluarga yang aneh, sangat aneh, yang melakukan perjalanan menuju Florida dari Albequerque untuk mengantarkan si anak bungsu dalam mengikuti kontes ratu-ratuan untuk bocah cilik bernama Little Miss Sunshine Pageant. Yang menarik dari film ini adalah karakter masing-masing tokoh, sang ayah digambarkan sebagai motivator speaker yang gagal, sehingga ia menerapkan pekerjaan tersebut, memotivasi, (secara berlebihan) pada keluarganya. Sementara istrinya, adalah perawat yang sedikit frustasi dengan keadaan keluarga mereka yang sedang dalam krisis ekonomi. Anak bungsunya, tampil sebagai anak pendiam. Ya, dia memang benar-benar diam, tak berbicara sepatah kata pun. Itu janjinya sampai nanti ia diterima di sekolah penerbangan. Si bungsu, adalah anak perempuan cilik yang terobsesi dengan kontes pemilihan ratu-ratuan. Dia dilatih oleh sang kakek yang pecandu dan hiperseks untuk bisa mengikuti kontes-kontes sejenis. Turut bergabung dalam perjalanan mereka sosok paman, atau adik dari si ibu, yang seorang gay dan baru saja selamat dari usaha bunuh diri setelah cintanya berantakan. Dalam perjalanan, banyak halang-rintang yang memunculkan kekocakkan. Benar-benar film yang menghibur dan mengajarkan arti pentingnya keluarga yang harmonis.

Film kedua berjudul "Idlewild" yang diperankan oleh Andre 3000 dan Big Boi dari duo hip-hop Outkast. Film musikal ini bersetting Amerika di era lampau, sekitar tahun 1950an, tampaknya. Yang saya suka dari film ini adalah setting dan tata kostumnya yang sangat vintage. Selain itu, musik yang menjadi unsur terpenting juga ditampilkan dengan baik. Kali ini Outkast yang menjadi pengisi soundtrack juga menampilkan musik soul, blues, dan hip-hop klasik. Sayangnya, untuk urusan cerita, "Idlewild" bisa dibilang standar saja.

Selanjutnya, saya menyaksikan "Garasi" garapan Agung Sentausa. Setelah menonton untuk kedua kalinya (kali ini saya menyaksikannya di DVD), saya baru sadar bahwa ceritanya tampak tak berbeda dengan film-film yang mengambil latar sebuah grup band. Pertentangan dengan orangtua, jatuh cinta dengan personel lainnya, cinta segitiga, dan sebagainya. Namun, sebagai suatu film, "Garasi" berhasil mendokumentasikan pergerakan indie di Indonesia, khususnya di Bandung, sesuai dengan setting film ini. Dalam film ini, musik indie benar-benar tampil seperti suatu gerakan underground yang siap untuk mengalahkan musik mainstream. Yang tak kalah menariknya, desain produksi dalam film produksi Miles ini menampilkan influence Jepang yang ditunjukkan dalam penampilan personel Garasi.

Sebenarnya masih ada beberapa judul film lagi, seperti "Koper" dan "Eli, Eli, Lema Sachbathani" yang ada dalam tumpukan DVD yang harus saya "lahap". Tapi karena ada beberapa janji dengan teman yang harus saya tepati, terpaksa dua judul tersebut saya tunda penayangannya. Hehehe.