11.06.2006

Riding Alone For Thousand Of Miles (Zhang Yimou, 2006)

Sebagai manusia, wajar kalau kita kadang menginginkan kesendirian. Privasi. Tapi, jika kita terlarut dalam hening dan sunyinya kesendirian itu, dan terjebak di dalamnya hingga kita tak lagi ingin beranjak dari rasa itu, masih wajarkah?

Saya, bisa menjadi spesimen dari kasus di atas. Dilahirkan sebagai anak tunggal, di mana saya harus bisa menjadi "orang lain" bagi diri saya sendiri, yang nantinya akan membantu saya, menemani saya, memotivasi saya, dengan masih banyak lagi. Ternyata, karena saya hanya berkutat pada diri sendiri, lama-lama saya menjadi kurang peduli dengan lingkungan sekitar saya karena "terlalu asyik" dengan diri sendiri. Hingga perasaan nyaman dengan kesendirian itu terus berlanjut dan terbawa hingga saya besar dan hampir dewasa saat ini.

Di lingkungan kuliah saat ini, di mana semua orang berusaha mengaktualisasi diri dengan berkumpul dan bermain bersama, saya justru lebih menikmati berada di dunia kesendirian saya. Kalau kadang saya ikut dengan perkumpulan itu, malah ketidaknyamanan yang saya rasakan. Rasanya ingin cepat-cepat memisahkan diri dan kembali berkubang dalam utopia imaji saya, di mana saya jauh merasa tenang dan nyaman.

Mereka bilang saya autis, anti-sosial, eksklusif. Toh, saya tidak peduli. Buat apa saya melakukan suatu hal hanya untuk orang lain, yang nantinya malah membuat saya tidak senang.

Fin.

PS : Maaf ya kalau gaya menulis saya seringkali berubah-ubah. Dari penggunaan kalimat yang "kasual", kemudian menjadi kaku dengan bahasa sedikit baku ini. Mulai dari "gue" sampai sekarang menjadi "saya". Itulah hidup, seringkali berubah. Fuck.

2 Comments:

Blogger Nadya said...

percaya apa engga, si 'anak bungsu' juga gitu kok.

:)

8:09 PM  
Anonymous Anonimo said...

sedaridulu hingga skarang kamu memang tahik nak.. with love, -NINA-

11:37 AM  

Posta un commento

<< Home